Mengenal Lebih Jauh “Ekonomi Syariah”
Ristika Nugraha
01 Juni 2011
Daftar Isi
Ekonomi Syariah 3
Perbedaan ekonomi syariah dan ekonomi konvensional 3
Ciri khas ekonomi syariah 3
Tujuan Ekonomi Islam 4
Prinsip-prinsip Dasar Ekonomi Syariah 5
Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi: Visi Indonesia 2025 8
Implementasi Ekonomi Islam Bidang Produksi di Era Umar bin Khattab 10
Ekonomi Syariah
Ekonomi syariah merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang dilhami oleh nilai-nilai Islam. Ekonomi syariah atau sistim ekonomi koperasi berbeda dari kapitalisme, sosialisme, maupun negara kesejahteraan (Welfare State). Berbeda dari kapitalisme karena Islam menentang eksploitasi oleh pemilik modal terhadap buruh yang miskin, dan melarang penumpukan kekayaan. Selain itu, ekonomi dalam kaca mata Islam merupakan tuntutan kehidupan sekaligus anjuran yang memiliki dimensi ibadah.
Perbedaan ekonomi syariah dan ekonomi konvensional
Krisis ekonomi yang sering terjadi ditengarai adalah ulah sistem ekonomi konvensional, yang mengedepankan sistem bunga sebagai instrumen provitnya. Berbeda dengan apa yang ditawarkan sistem ekonomi syariah, dengan instrumen provitnya, yaitu sistem bagi hasil. Sistem ekonomi syariah sangat berbeda dengan ekonomi kapitalis, sosialis maupun komunis. Ekonomi syariah bukan pula berada ditengah-tengah ketiga sistem ekonomi itu. Sangat bertolak belakang dengan kapitalis yang lebih bersifat individual, sosialis yang memberikan hampir semua tanggungjawab kepada warganya serta komunis yang ekstrem, ekonomi Islam menetapkan bentuk perdagangan serta perkhidmatan yang boleh dan tidak boleh di transaksikan. Ekonomi dalam Islam harus mampu memberikan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat, memberikan rasa adil, kebersamaan dan kekeluargaan serta mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap pelaku usaha
Ciri khas ekonomi syariah
Tidak banyak yang dikemukakan dalam Al Qur'an, dan hanya prinsip-prinsip yang mendasar saja. Karena alasan-alasan yang sangat tepat, Al Qur'an dan Sunnah banyak sekali membahas tentang bagaimana seharusnya kaum Muslim berprilaku sebagai produsen, konsumen dan pemilik modal, tetapi hanya sedikit tentang sistem ekonomi. Sebagaimana diungkapkan dalam pembahasan diatas, ekonomi dalam Islam harus mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap pelaku usaha. Selain itu, ekonomi syariah menekankan empat sifat, antara lain:
1. Kesatuan (unity)
2. Keseimbangan (equilibrium)
3. Kebebasan (free will)
4. Tanggungjawab (responsibility)
Manusia sebagai wakil (khalifah) Tuhan di dunia tidak mungkin bersifat individualistik, karena semua (kekayaan) yang ada di bumi adalah milik Allah semata, dan manusia adalah kepercayaannya di bumi. Didalam menjalankan kegiatan ekonominya, Islam sangat mengharamkan kegiatan riba, yang dari segi bahasa berarti "kelebihan". Dalam Al Qur'an surat Al Baqarah ayat 275 disebutkan bahwa Orang-orang yang makan (mengambil) riba. Riba itu ada dua macam : nasiah dan fadhi. Riba nasiah ialah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. Riba fadhi ialah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya karena orang yang menukarkan mensy
Tujuan Ekonomi Islam
Ekonomi Islam mempunyai tujuan untuk memberikan keselarasan bagi kehidupan di dunia. Nilai Islam bukan semata-semata hanya untuk kehidupan muslim saja, tetapi seluruh mahluk hidup di muka bumi. Esensi proses Ekonomi Islam adalah pemenuhan kebutuhan manusia yang berlandaskan nilai-nilai Islam guna mencapai pada tujuan agama (falah). Ekonomi Islam menjadi rahmat seluruh alam, yang tidak terbatas oleh ekonomi, sosial, budaya dan politik dari bangsa. Ekonomi Islam mampu menangkap nilai fenomena masyarakat sehingga dalam perjalanannya tanpa meninggalkan sumber hukum teori ekonomi Islam, bisa berubah.
Prinsip-prinsip Dasar Ekonomi Syariah
Pada: 16 Feb 2010 | Oleh: LPES Salman | Kategori : Ekonomi 8 Komentar
Foto: Media Indonesia
Tiga dekade yang lalu, Bank Syariah sebagai representasi keuangan Islam, belum dikenal oleh masyarakat. Kini sistem keuangan syariah telah beroperasi di lebih dari 55 negara yang pasarnya tengah bangkit dan berkembang (Lewis dan Algaoud, 2007).
Meskipun pemikiran ekonomi syariah baru muncul beberapa tahun terakhir ini di negara-negara muslim, namun ide-ide tentang ekonomi Islam dapat dirunut dalam Alquran yang di turunkan pada abad ke-7.
Makna harfiah syari’ah adalah “jalan menuju mata airâ€Â, dan dalam pengertian teknis berarti sistem hukum dan aturan perilaku yang sesuai dengan Alquran dan Hadist, seperti yang dituntunkan oleh Rasulullah Muhammad SAW. Oleh karena itu, kaum muslim tidak dapat memilah perilaku mereka ke dalam dimensi religius dan dimensi sekuler. Selain itu, tindakan mereka harus selalu mengikuti syariah sebagai hukum Islam.
Adapun prinsip-prinsip keuangan syariah meliputi:
1. Riba
Riba secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan). Sedangkan menurut istilah teknis riba berarti pengambilan dari harta pokok atau modal secara batil (Antonio, 1999). Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba. Namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam-meminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip muamalah dalam Islam.
Secara garis besar, riba dikelompokkan menjadi dua. Masing-masing adalah riba utang-piutang dan riba jual beli. Kelompok pertama terbagi lagi menjadi riba qardh dan riba jahiliyyah. Adapun kelompok kedua, riba jual beli terbagi lagi menjadi riba fadhl dan riba nasiah.
Riba Qardh adalah suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berhutang. Riba Jahiliyyah adalah utang yang dibayar lebih dari pokoknya karena si peminjam tidak mampu membayar utang pada waktu yang telah ditetapkan.
Riba Fadhl adalah pertukaran antar barang sejenis dengan kadar atau takaran berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi. Riba Nasi’ah adalah penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba nasi’ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau penambahan antara yang diserahkan saat ini dan yang diserahkan kemudian.
2. Zakat
Zakat merupakan instrumen keadilan dan kesetaraan dalam Islam. Keadilan dan kesetaraan berarti setiap orang harus memiliki peluang yang sama dan tidak berarti bahwa mereka harus sama-sama miskin atau sama-sama kaya.
Negara Islam wajib menjamin terpenuhinya kebutuhan minimal warga negaranya, dalam bentuk sandang, pangan, papan, perawatan kesehatan dan pendidikan (QS. 58:11). Tujuan utamanya adalah untuk menjembatani perbedaan sosial dalam masyarakat dan agar kaum muslimin mampu menjalani kehidupan sosial dan material yang bermartabat dan memuaskan.
3. Haram
Sesuatu yang diharamkan adalah sesuatu yang dilarang oleh Allah sesuai yang telah diajarkan dalam Alquran dan Hadist. Oleh karena itu, untuk memastikan bahwa praktek dan aktivitas keuangan syariah tidak bertentangan dengan hukum Islam, maka diharapkan lembaga keuangan syariah membentuk Dewan Penyelia Agama atau Dewan Syariah. Dewan ini beranggotakan para ahli hukum Islam yang bertindak sebagai auditor dan penasihat syariah yang independen.
Aturan tegas mengenai investasi beretika harus dijalankan. Oleh karena itu lembaga keuangan syariah tidak boleh mendanai aktivitas atau item yang haram, seperti perdagangan minuman keras, obat-obatan terlarang atau daging babi. Selain itu, lembaga keuangan syariah juga didorong untuk memprioritaskan produksi barang-barang primer untuk memenuhi kebutuhan umat manusia.
4. Gharar dan Maysir
Alquran melarang secara tegas segala bentuk perjudian (QS. 5:90-91). Alquran menggunakan kata maysir untuk perjudian, berasal dari kata usr (kemudahan dan kesenangan): penjudi berusaha mengumpulkan harta tanpa kerja dan saat ini istilah itu diterapkan secara umum pada semua bentuk aktivitas judi.
Selain mengharamkan judi, Islam juga mengharamkan setiap aktivitas bisnis yang mengandung unsur judi. Hukum Islam menetapkan bahwa demi kepentingan transaksi yang adil dan etis, pengayaan diri melalui permainan judi harus dilarang.
Islam juga melarang transaksi ekonomi yang melibatkan unsur spekulasi, gharar (secara harfiah berarti “resiko). Apabila riba dan maysir dilarang dalam Alquran, maka gharar dilarang dalam beberapa hadis. Menurut istilah bisnis, gharar artinya menjalankan suatu usaha tanpa pengetahuan yang jelas, atau menjalankan transaksi dengan resiko yang berlebihan. Jika unsur ketidakpastian tersebut tidak terlalu besar dan tidak terhindarkan, maka Islam membolehkannya (Algaoud dan Lewis, 2007).
5. Takaful
Takaful adalah kata benda yang berasal dari kata kerja bahasa arab kafala, yang berarti memperhatikan kebutuhan seseorang. Kata ini mengacu pada suatu praktik ketika para partisipan suatu kelompok sepakat untuk bersama-sama menjamin diri mereka sendiri terhadap kerugian atau kerusakan. Jika ada anggota partisipan ditimpa malapetaka atau bencana, ia akan menerima manfaat finansial dari dana sebagaimana ditetapkan dalam kontrak asuransi untuk membantu menutup kerugian atau kerusakan tersebut (Algaoud dan Lewis, 2007).
Pada hakikatnya, konsep takaful didasarkan pada rasa solidaritas, responsibilitas, dan persaudaraan antara para anggota yang bersepakat untuk bersama-sama menanggung kerugian tertentu yang dibayarkan dari aset yang telah ditetapkan. Dengan demikian, praktek ini sesuai dengan apa yang disebut dalam konteks yang berbeda sebagai asuransi bersama (mutual insurance), karena para anggotanya menjadi penjamin (insurer) dan juga yang terjamin (insured).
Prinsip Bagi Hasil
Gagasan dasar sistem keuangan Islam secara sederhana didasarkan pada adanya bagi hasil (profit and loss sharing). Menurut hukum perniagaan Islam, kemitraan dan semua bentuk organisasi bisnis didirikan dengan tujuan pembagian keuntungan melalui partisipasi bersama. Mudharabah dan musyarakah adalah dua model bagi hasil yang lebih disukai dalam hukum Islam.
Mudharabah (Investasi)
Mudharabah dipahami sebagai kontrak antara paling sedikit dua pihak, yaitu pemilik modal (shahib al mal atau rabb al mal) yang mempercayakan sejumlah dana kepada pihak lain, dalam hal ini pengusaha (mudharib) untuk menjalankan suatu aktivitas atau usaha. Dalam mudharabah, pemilik modal tidak mendapat peran dalam manajemen. Jadi mudharabah adalah kontrak bagi hasil yang akan memberi pemodal suatu bagian tertentu dari keuntungan/kerugian proyek yang mereka biayai. (Algaoud dan Lewis, 2007)
Musyarakah (Kemitraan)
Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua belah pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu yang masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
Disadur dari Tapak-Tapak Ekonomi Syariah oleh Oktofa Yudha Sudrajad
Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi: Visi Indonesia 2025
Pada: 19 Feb 2011 | Oleh: Shinta Asarina | Kategori : Ekonomi, News 2 Komentar
Foto: thetechherald.com
Sabtu (12/02) bertempat di Aula Barat ITB, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, Ir. Hatta Radjasa menyempatkan diri memberi kuliah umum dengan tema Peluang dan Tantangan Ekonomi dan Geopolitik Indonesia. Kuliah berdurasi 2 jam ini, dihadiri ratusan peserta dari kalangan mahasiswa maupun umum.
Dalam paparannya, beliau menyampaikan visinya berupa paradigma baru pembangunan Ekonomi. Indonesia selama beberapa tahun belakangan ini, telah mengalami beberapa kali reformasi dalam segala bidang, salah satunya ekonomi.
Di awali pada 1997, terjadi peristiwa reformasi yang menyebabkan perekonomian luluh lantak hingga mencapai titik terendah dalam sejarah perekonomian bangsa. Luluh lantaknya perekonomian pada masa ini, hampir menyebabkan terpecah Indonesia menjadi negara Balkan.
Sejalan dengan reformasi Indonesia, perekonomian Indonesia pun bereformasi dari sistem perekonomian otoriter menjadi demokrasi, dari perekonomian sentralisasi menjadi desentralisasi.
Sampai 2004, walaupun belum menunjukkan kepulihan total, perekonomian Indonesia mulai merangkak perlahan menuju kondisi yang lebih baik. Hampir seluruh pendapatan negara pada waktu itu digunakan untuk membayar hutang. Tingkat kemiskinan dan penganguran meningkat tajam.
Pada 2010, perekonomian tumbuh semakin baik, bahkan beberapa melebihi target yang ditetapkan. Hutang mulai berkurang, meskipun tingkat kesenjangan masih tinggi.
Hatta Radjasa menekankan perisitwa keruntuhan ekonomi pada 1997 memberi kita pelajaran agar bangsa ini lebih berhati hati dalam menjalankan kebijakan fiskal dan moneternya. Harus ada perubahan pola pikir dalam diri bangsa ini apabila ingin mempercepat perkembangan ekonomi.
Visi 2025 sebagai paradigma baru perekonomian Indonesia, akan lebih berkonsentrasi pada perekonomian yang berbasis nasional dan sumber daya alam. Selama ini, Indonesia adalah negara yang mengandalkan sumber daya alam bahan mentah sebagai pemasukan utamanya. Indonesia hanya menjual sumber daya tersebut ke negara asing.
Sumber daya alam yang selama ini hanya sebagai sumber devisa, akan menjadi pusat utama industri dan pertumbuhan ekonomi yang sepenuhnya untuk kepentingan nasional. Seluruh sumber daya alam akan diolah dan diproduksi di dalam negeri. Tidak hanya di pulau Jawa, tetapi juga di seluruh pulau di Indonesia dengan membangun kluster-kluster industri.
Guna mewujudkan Visi 2025 ini, bangsa kita masih harus menghadapi tantangan, antara lain: kesenjangan pembangunan antar wilayah dan infrastruktur yang terbatas. Namun di sisi lain, kita memiliki sumber daya manusia yang melimpah dan kekayaaan sumber daya alam sebagai modal awal.
Sayangnya kualitas manusia Indonesia masih harus ditingkatkan untuk dapat menggali potensi sumber daya alam. Di sinilah peran institusi pendidikan seperti Institut Teknologi Bandung, sebagai pusat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta inovasi, untuk mencetak manusia yang berkualitas, berinovasi, dan kreatif, sehingga dapat menggerakkan roda industri dan ekonomi Indonesia.
Sebagai penutup, Hatta Radjasa menjelaskan keberhasilan Indonesia dalam menghadapi krisis global harus menciptakan optimisme terhadap prospek ekonomi Indonesia. ITB sebagai salah satu Perguruan Tinggi terbaik di negeri ini, harus mendukung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta inovasi. Pada akhir kuliah umum, beliau berpesan kepada seluruh hadirin, “Dunia terus berputar, maka jadilah manusia penggerak perubahan.”
Implementasi Ekonomi Islam Bidang Produksi di Era Umar bin Khattab
Pada: 23 Feb 2010 | Oleh: LPES Salman | Kategori : Ekonomi 2 Komentar
Foto: Panoramio.com
Dalam literatur sejarah peradaban Islam, salah satu periode yang dapat diambil sebagai sumber bahan kajian model ekonomi Islam adalah masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab sebagai representasi masa kejayaan Islam dalam segala bidang, termasuk dalam ekonomi. Nabi Muhammad SAW menyampaikan: “Ikutilah dua orang setelahku, yaitu Abu Bakar dan Umar kemudian. Sesungguhnya Allah SWT menjadikan kebenaran pada lisan Umar dan hatinya.”
Dasar-Dasar Ekonomi Umar bin Khattab
Terminologi produksi di dalam fikih Umar adalah islahul maal (memperbaiki harta), kasab (berusaha), itnarwh (memakmurkan), dan ihtiraf (bekerja). Makna semua aktivitas produksi barang dan jasa adalah memperbaiki apa yang dimiliki dan dimanfaatkan oleh pemilik dan masyarakat seperti tanah, keahlian, berdagang, dan bekerja sebagai pegawai pemerintah. Nilai akhir dari makna produksi merupakan salah satu bentuk kesungguhan bekerja (jihad fi sabillillah).
Karakteristik nilai makna manfaat dalam ekonomi Islam adalah dibenarkan syariah, tidak mengandung unsur bahaya bagi orang lain, dan mencakup manfaat dunia dan akhirat secara seimbang (jasmani dan ruhani).
Umar mengatakan, memenuhi kebutuhan hidup minimum keluarga dan masyarakat, mendapat pahala yang lebih baik daripada mengkhususkan beribadah terus-menerus di dalam masjid tanpa melakukan produktivitas.
Kaidah-kaidah produksi
1. Akidah (keyakinan)
Akidah mendorong keyakinan produsen bahwa aktivitasnya dalam perekonomian merupakan bagian dari peranannya dalam kehidupan. Jika peran tersebut dilaksanakan dengan ikhlas dan cermat, akan menjadi ibadah baginya. Juga keyakinan bahwa hasil usaha, keuntungan, dan rezeki yang diperolehnya semata-mata karena pertolongan Allah dan takdir-Nya.
2. Ilmu
Umar melarang keras melakukan aktivitas perekonomian jika tidak memiliki landasan ilmu hukum syariah. Beliau mengatakan, “tidak boleh berjualan di pasar kami melainkan orang yang benar-benar memahami agama.”
Firman Allah SWT dalam Alquran, “ Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang tidak sempurna akalnya dalam mengelola harta yang Allah jadikan sebagai pokok kehidupan.” (QS. An-Nisa: 4)
3. Amal
Umar sangat menekankan atas kehalalan sumber produksi dan menghimbau masyarakat agar menjauhi aktivitas yang haram dan subhat. Umar mengatakan, sesungguhnya berdagang tidak halal melainkan dalam sesuatu yang halal dimakannya dan diminumnya. Pernyataan ini menjelaskan adanya hubungan yang erat antara produksi dan konsumsi.
Prinsip-Prinsip dalam Produksi
1. Akhlak
Umar mengingatkan akhlak seorang produsen agar tidak melakukan kebohongan, kecurangan, menjual atas penjualan orang lain, menimbun, dan merugikan orang lain. Indikator lain mengenai perilaku buruk seorang produsen adalah memahalkan harga, mengeksploitasi, dan menunda dalam melaksanakan hak, sehingga Allah tak akan segan-segan menghapuskan keberkahan dari hartanya, hingga dia pailit dan terlilit utang.
2. Kualitas
Kualitas produksi tidak hanya berkaitan dengan tujuan materi semata, namun sebagai tuntunan Islam dalam seluruh bidang kehidupan. Sebab, prinsip dasarnya bahwa seorang muslim selalu berupaya menekankan kualitas semua pekerjaannya dan memperbaiki seluruh produknya, merupakan bentuk aplikasi firman Allah, “Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Allah menguji kamu siapa diantaramu yang lebih baik amalnya.” (QS. Al-Mulk: 2)
3. Skala Prioritas Produksi
Beragamnya tujuan produksi, haruslah sesuai dengan tujuan syariah. Tentunya dengan memperhatikan prioritas terhadap produksi barang-barang kebutuhan primer sebelum kebutuhan sekunder dan tersier, tanpa mengabaikan keuntungan usaha dan jumlah biaya produksi.
Prinsip-prinsip tersebut, jika dijalankan akan berdampak positif dan mendapat keuntungan-keuntungan yang sesuai dengan kaidah syariah.
Sumber:
Ristika Nugraha
01 Juni 2011
Daftar Isi
Ekonomi Syariah 3
Perbedaan ekonomi syariah dan ekonomi konvensional 3
Ciri khas ekonomi syariah 3
Tujuan Ekonomi Islam 4
Prinsip-prinsip Dasar Ekonomi Syariah 5
Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi: Visi Indonesia 2025 8
Implementasi Ekonomi Islam Bidang Produksi di Era Umar bin Khattab 10
Ekonomi Syariah
Ekonomi syariah merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang dilhami oleh nilai-nilai Islam. Ekonomi syariah atau sistim ekonomi koperasi berbeda dari kapitalisme, sosialisme, maupun negara kesejahteraan (Welfare State). Berbeda dari kapitalisme karena Islam menentang eksploitasi oleh pemilik modal terhadap buruh yang miskin, dan melarang penumpukan kekayaan. Selain itu, ekonomi dalam kaca mata Islam merupakan tuntutan kehidupan sekaligus anjuran yang memiliki dimensi ibadah.
Perbedaan ekonomi syariah dan ekonomi konvensional
Krisis ekonomi yang sering terjadi ditengarai adalah ulah sistem ekonomi konvensional, yang mengedepankan sistem bunga sebagai instrumen provitnya. Berbeda dengan apa yang ditawarkan sistem ekonomi syariah, dengan instrumen provitnya, yaitu sistem bagi hasil. Sistem ekonomi syariah sangat berbeda dengan ekonomi kapitalis, sosialis maupun komunis. Ekonomi syariah bukan pula berada ditengah-tengah ketiga sistem ekonomi itu. Sangat bertolak belakang dengan kapitalis yang lebih bersifat individual, sosialis yang memberikan hampir semua tanggungjawab kepada warganya serta komunis yang ekstrem, ekonomi Islam menetapkan bentuk perdagangan serta perkhidmatan yang boleh dan tidak boleh di transaksikan. Ekonomi dalam Islam harus mampu memberikan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat, memberikan rasa adil, kebersamaan dan kekeluargaan serta mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap pelaku usaha
Ciri khas ekonomi syariah
Tidak banyak yang dikemukakan dalam Al Qur'an, dan hanya prinsip-prinsip yang mendasar saja. Karena alasan-alasan yang sangat tepat, Al Qur'an dan Sunnah banyak sekali membahas tentang bagaimana seharusnya kaum Muslim berprilaku sebagai produsen, konsumen dan pemilik modal, tetapi hanya sedikit tentang sistem ekonomi. Sebagaimana diungkapkan dalam pembahasan diatas, ekonomi dalam Islam harus mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap pelaku usaha. Selain itu, ekonomi syariah menekankan empat sifat, antara lain:
1. Kesatuan (unity)
2. Keseimbangan (equilibrium)
3. Kebebasan (free will)
4. Tanggungjawab (responsibility)
Manusia sebagai wakil (khalifah) Tuhan di dunia tidak mungkin bersifat individualistik, karena semua (kekayaan) yang ada di bumi adalah milik Allah semata, dan manusia adalah kepercayaannya di bumi. Didalam menjalankan kegiatan ekonominya, Islam sangat mengharamkan kegiatan riba, yang dari segi bahasa berarti "kelebihan". Dalam Al Qur'an surat Al Baqarah ayat 275 disebutkan bahwa Orang-orang yang makan (mengambil) riba. Riba itu ada dua macam : nasiah dan fadhi. Riba nasiah ialah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. Riba fadhi ialah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya karena orang yang menukarkan mensy
Tujuan Ekonomi Islam
Ekonomi Islam mempunyai tujuan untuk memberikan keselarasan bagi kehidupan di dunia. Nilai Islam bukan semata-semata hanya untuk kehidupan muslim saja, tetapi seluruh mahluk hidup di muka bumi. Esensi proses Ekonomi Islam adalah pemenuhan kebutuhan manusia yang berlandaskan nilai-nilai Islam guna mencapai pada tujuan agama (falah). Ekonomi Islam menjadi rahmat seluruh alam, yang tidak terbatas oleh ekonomi, sosial, budaya dan politik dari bangsa. Ekonomi Islam mampu menangkap nilai fenomena masyarakat sehingga dalam perjalanannya tanpa meninggalkan sumber hukum teori ekonomi Islam, bisa berubah.
Prinsip-prinsip Dasar Ekonomi Syariah
Pada: 16 Feb 2010 | Oleh: LPES Salman | Kategori : Ekonomi 8 Komentar
Foto: Media Indonesia
Tiga dekade yang lalu, Bank Syariah sebagai representasi keuangan Islam, belum dikenal oleh masyarakat. Kini sistem keuangan syariah telah beroperasi di lebih dari 55 negara yang pasarnya tengah bangkit dan berkembang (Lewis dan Algaoud, 2007).
Meskipun pemikiran ekonomi syariah baru muncul beberapa tahun terakhir ini di negara-negara muslim, namun ide-ide tentang ekonomi Islam dapat dirunut dalam Alquran yang di turunkan pada abad ke-7.
Makna harfiah syari’ah adalah “jalan menuju mata airâ€Â, dan dalam pengertian teknis berarti sistem hukum dan aturan perilaku yang sesuai dengan Alquran dan Hadist, seperti yang dituntunkan oleh Rasulullah Muhammad SAW. Oleh karena itu, kaum muslim tidak dapat memilah perilaku mereka ke dalam dimensi religius dan dimensi sekuler. Selain itu, tindakan mereka harus selalu mengikuti syariah sebagai hukum Islam.
Adapun prinsip-prinsip keuangan syariah meliputi:
1. Riba
Riba secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan). Sedangkan menurut istilah teknis riba berarti pengambilan dari harta pokok atau modal secara batil (Antonio, 1999). Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba. Namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam-meminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip muamalah dalam Islam.
Secara garis besar, riba dikelompokkan menjadi dua. Masing-masing adalah riba utang-piutang dan riba jual beli. Kelompok pertama terbagi lagi menjadi riba qardh dan riba jahiliyyah. Adapun kelompok kedua, riba jual beli terbagi lagi menjadi riba fadhl dan riba nasiah.
Riba Qardh adalah suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berhutang. Riba Jahiliyyah adalah utang yang dibayar lebih dari pokoknya karena si peminjam tidak mampu membayar utang pada waktu yang telah ditetapkan.
Riba Fadhl adalah pertukaran antar barang sejenis dengan kadar atau takaran berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi. Riba Nasi’ah adalah penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba nasi’ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau penambahan antara yang diserahkan saat ini dan yang diserahkan kemudian.
2. Zakat
Zakat merupakan instrumen keadilan dan kesetaraan dalam Islam. Keadilan dan kesetaraan berarti setiap orang harus memiliki peluang yang sama dan tidak berarti bahwa mereka harus sama-sama miskin atau sama-sama kaya.
Negara Islam wajib menjamin terpenuhinya kebutuhan minimal warga negaranya, dalam bentuk sandang, pangan, papan, perawatan kesehatan dan pendidikan (QS. 58:11). Tujuan utamanya adalah untuk menjembatani perbedaan sosial dalam masyarakat dan agar kaum muslimin mampu menjalani kehidupan sosial dan material yang bermartabat dan memuaskan.
3. Haram
Sesuatu yang diharamkan adalah sesuatu yang dilarang oleh Allah sesuai yang telah diajarkan dalam Alquran dan Hadist. Oleh karena itu, untuk memastikan bahwa praktek dan aktivitas keuangan syariah tidak bertentangan dengan hukum Islam, maka diharapkan lembaga keuangan syariah membentuk Dewan Penyelia Agama atau Dewan Syariah. Dewan ini beranggotakan para ahli hukum Islam yang bertindak sebagai auditor dan penasihat syariah yang independen.
Aturan tegas mengenai investasi beretika harus dijalankan. Oleh karena itu lembaga keuangan syariah tidak boleh mendanai aktivitas atau item yang haram, seperti perdagangan minuman keras, obat-obatan terlarang atau daging babi. Selain itu, lembaga keuangan syariah juga didorong untuk memprioritaskan produksi barang-barang primer untuk memenuhi kebutuhan umat manusia.
4. Gharar dan Maysir
Alquran melarang secara tegas segala bentuk perjudian (QS. 5:90-91). Alquran menggunakan kata maysir untuk perjudian, berasal dari kata usr (kemudahan dan kesenangan): penjudi berusaha mengumpulkan harta tanpa kerja dan saat ini istilah itu diterapkan secara umum pada semua bentuk aktivitas judi.
Selain mengharamkan judi, Islam juga mengharamkan setiap aktivitas bisnis yang mengandung unsur judi. Hukum Islam menetapkan bahwa demi kepentingan transaksi yang adil dan etis, pengayaan diri melalui permainan judi harus dilarang.
Islam juga melarang transaksi ekonomi yang melibatkan unsur spekulasi, gharar (secara harfiah berarti “resiko). Apabila riba dan maysir dilarang dalam Alquran, maka gharar dilarang dalam beberapa hadis. Menurut istilah bisnis, gharar artinya menjalankan suatu usaha tanpa pengetahuan yang jelas, atau menjalankan transaksi dengan resiko yang berlebihan. Jika unsur ketidakpastian tersebut tidak terlalu besar dan tidak terhindarkan, maka Islam membolehkannya (Algaoud dan Lewis, 2007).
5. Takaful
Takaful adalah kata benda yang berasal dari kata kerja bahasa arab kafala, yang berarti memperhatikan kebutuhan seseorang. Kata ini mengacu pada suatu praktik ketika para partisipan suatu kelompok sepakat untuk bersama-sama menjamin diri mereka sendiri terhadap kerugian atau kerusakan. Jika ada anggota partisipan ditimpa malapetaka atau bencana, ia akan menerima manfaat finansial dari dana sebagaimana ditetapkan dalam kontrak asuransi untuk membantu menutup kerugian atau kerusakan tersebut (Algaoud dan Lewis, 2007).
Pada hakikatnya, konsep takaful didasarkan pada rasa solidaritas, responsibilitas, dan persaudaraan antara para anggota yang bersepakat untuk bersama-sama menanggung kerugian tertentu yang dibayarkan dari aset yang telah ditetapkan. Dengan demikian, praktek ini sesuai dengan apa yang disebut dalam konteks yang berbeda sebagai asuransi bersama (mutual insurance), karena para anggotanya menjadi penjamin (insurer) dan juga yang terjamin (insured).
Prinsip Bagi Hasil
Gagasan dasar sistem keuangan Islam secara sederhana didasarkan pada adanya bagi hasil (profit and loss sharing). Menurut hukum perniagaan Islam, kemitraan dan semua bentuk organisasi bisnis didirikan dengan tujuan pembagian keuntungan melalui partisipasi bersama. Mudharabah dan musyarakah adalah dua model bagi hasil yang lebih disukai dalam hukum Islam.
Mudharabah (Investasi)
Mudharabah dipahami sebagai kontrak antara paling sedikit dua pihak, yaitu pemilik modal (shahib al mal atau rabb al mal) yang mempercayakan sejumlah dana kepada pihak lain, dalam hal ini pengusaha (mudharib) untuk menjalankan suatu aktivitas atau usaha. Dalam mudharabah, pemilik modal tidak mendapat peran dalam manajemen. Jadi mudharabah adalah kontrak bagi hasil yang akan memberi pemodal suatu bagian tertentu dari keuntungan/kerugian proyek yang mereka biayai. (Algaoud dan Lewis, 2007)
Musyarakah (Kemitraan)
Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua belah pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu yang masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
Disadur dari Tapak-Tapak Ekonomi Syariah oleh Oktofa Yudha Sudrajad
Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi: Visi Indonesia 2025
Pada: 19 Feb 2011 | Oleh: Shinta Asarina | Kategori : Ekonomi, News 2 Komentar
Foto: thetechherald.com
Sabtu (12/02) bertempat di Aula Barat ITB, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, Ir. Hatta Radjasa menyempatkan diri memberi kuliah umum dengan tema Peluang dan Tantangan Ekonomi dan Geopolitik Indonesia. Kuliah berdurasi 2 jam ini, dihadiri ratusan peserta dari kalangan mahasiswa maupun umum.
Dalam paparannya, beliau menyampaikan visinya berupa paradigma baru pembangunan Ekonomi. Indonesia selama beberapa tahun belakangan ini, telah mengalami beberapa kali reformasi dalam segala bidang, salah satunya ekonomi.
Di awali pada 1997, terjadi peristiwa reformasi yang menyebabkan perekonomian luluh lantak hingga mencapai titik terendah dalam sejarah perekonomian bangsa. Luluh lantaknya perekonomian pada masa ini, hampir menyebabkan terpecah Indonesia menjadi negara Balkan.
Sejalan dengan reformasi Indonesia, perekonomian Indonesia pun bereformasi dari sistem perekonomian otoriter menjadi demokrasi, dari perekonomian sentralisasi menjadi desentralisasi.
Sampai 2004, walaupun belum menunjukkan kepulihan total, perekonomian Indonesia mulai merangkak perlahan menuju kondisi yang lebih baik. Hampir seluruh pendapatan negara pada waktu itu digunakan untuk membayar hutang. Tingkat kemiskinan dan penganguran meningkat tajam.
Pada 2010, perekonomian tumbuh semakin baik, bahkan beberapa melebihi target yang ditetapkan. Hutang mulai berkurang, meskipun tingkat kesenjangan masih tinggi.
Hatta Radjasa menekankan perisitwa keruntuhan ekonomi pada 1997 memberi kita pelajaran agar bangsa ini lebih berhati hati dalam menjalankan kebijakan fiskal dan moneternya. Harus ada perubahan pola pikir dalam diri bangsa ini apabila ingin mempercepat perkembangan ekonomi.
Visi 2025 sebagai paradigma baru perekonomian Indonesia, akan lebih berkonsentrasi pada perekonomian yang berbasis nasional dan sumber daya alam. Selama ini, Indonesia adalah negara yang mengandalkan sumber daya alam bahan mentah sebagai pemasukan utamanya. Indonesia hanya menjual sumber daya tersebut ke negara asing.
Sumber daya alam yang selama ini hanya sebagai sumber devisa, akan menjadi pusat utama industri dan pertumbuhan ekonomi yang sepenuhnya untuk kepentingan nasional. Seluruh sumber daya alam akan diolah dan diproduksi di dalam negeri. Tidak hanya di pulau Jawa, tetapi juga di seluruh pulau di Indonesia dengan membangun kluster-kluster industri.
Guna mewujudkan Visi 2025 ini, bangsa kita masih harus menghadapi tantangan, antara lain: kesenjangan pembangunan antar wilayah dan infrastruktur yang terbatas. Namun di sisi lain, kita memiliki sumber daya manusia yang melimpah dan kekayaaan sumber daya alam sebagai modal awal.
Sayangnya kualitas manusia Indonesia masih harus ditingkatkan untuk dapat menggali potensi sumber daya alam. Di sinilah peran institusi pendidikan seperti Institut Teknologi Bandung, sebagai pusat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta inovasi, untuk mencetak manusia yang berkualitas, berinovasi, dan kreatif, sehingga dapat menggerakkan roda industri dan ekonomi Indonesia.
Sebagai penutup, Hatta Radjasa menjelaskan keberhasilan Indonesia dalam menghadapi krisis global harus menciptakan optimisme terhadap prospek ekonomi Indonesia. ITB sebagai salah satu Perguruan Tinggi terbaik di negeri ini, harus mendukung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta inovasi. Pada akhir kuliah umum, beliau berpesan kepada seluruh hadirin, “Dunia terus berputar, maka jadilah manusia penggerak perubahan.”
Implementasi Ekonomi Islam Bidang Produksi di Era Umar bin Khattab
Pada: 23 Feb 2010 | Oleh: LPES Salman | Kategori : Ekonomi 2 Komentar
Foto: Panoramio.com
Dalam literatur sejarah peradaban Islam, salah satu periode yang dapat diambil sebagai sumber bahan kajian model ekonomi Islam adalah masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab sebagai representasi masa kejayaan Islam dalam segala bidang, termasuk dalam ekonomi. Nabi Muhammad SAW menyampaikan: “Ikutilah dua orang setelahku, yaitu Abu Bakar dan Umar kemudian. Sesungguhnya Allah SWT menjadikan kebenaran pada lisan Umar dan hatinya.”
Dasar-Dasar Ekonomi Umar bin Khattab
Terminologi produksi di dalam fikih Umar adalah islahul maal (memperbaiki harta), kasab (berusaha), itnarwh (memakmurkan), dan ihtiraf (bekerja). Makna semua aktivitas produksi barang dan jasa adalah memperbaiki apa yang dimiliki dan dimanfaatkan oleh pemilik dan masyarakat seperti tanah, keahlian, berdagang, dan bekerja sebagai pegawai pemerintah. Nilai akhir dari makna produksi merupakan salah satu bentuk kesungguhan bekerja (jihad fi sabillillah).
Karakteristik nilai makna manfaat dalam ekonomi Islam adalah dibenarkan syariah, tidak mengandung unsur bahaya bagi orang lain, dan mencakup manfaat dunia dan akhirat secara seimbang (jasmani dan ruhani).
Umar mengatakan, memenuhi kebutuhan hidup minimum keluarga dan masyarakat, mendapat pahala yang lebih baik daripada mengkhususkan beribadah terus-menerus di dalam masjid tanpa melakukan produktivitas.
Kaidah-kaidah produksi
1. Akidah (keyakinan)
Akidah mendorong keyakinan produsen bahwa aktivitasnya dalam perekonomian merupakan bagian dari peranannya dalam kehidupan. Jika peran tersebut dilaksanakan dengan ikhlas dan cermat, akan menjadi ibadah baginya. Juga keyakinan bahwa hasil usaha, keuntungan, dan rezeki yang diperolehnya semata-mata karena pertolongan Allah dan takdir-Nya.
2. Ilmu
Umar melarang keras melakukan aktivitas perekonomian jika tidak memiliki landasan ilmu hukum syariah. Beliau mengatakan, “tidak boleh berjualan di pasar kami melainkan orang yang benar-benar memahami agama.”
Firman Allah SWT dalam Alquran, “ Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang tidak sempurna akalnya dalam mengelola harta yang Allah jadikan sebagai pokok kehidupan.” (QS. An-Nisa: 4)
3. Amal
Umar sangat menekankan atas kehalalan sumber produksi dan menghimbau masyarakat agar menjauhi aktivitas yang haram dan subhat. Umar mengatakan, sesungguhnya berdagang tidak halal melainkan dalam sesuatu yang halal dimakannya dan diminumnya. Pernyataan ini menjelaskan adanya hubungan yang erat antara produksi dan konsumsi.
Prinsip-Prinsip dalam Produksi
1. Akhlak
Umar mengingatkan akhlak seorang produsen agar tidak melakukan kebohongan, kecurangan, menjual atas penjualan orang lain, menimbun, dan merugikan orang lain. Indikator lain mengenai perilaku buruk seorang produsen adalah memahalkan harga, mengeksploitasi, dan menunda dalam melaksanakan hak, sehingga Allah tak akan segan-segan menghapuskan keberkahan dari hartanya, hingga dia pailit dan terlilit utang.
2. Kualitas
Kualitas produksi tidak hanya berkaitan dengan tujuan materi semata, namun sebagai tuntunan Islam dalam seluruh bidang kehidupan. Sebab, prinsip dasarnya bahwa seorang muslim selalu berupaya menekankan kualitas semua pekerjaannya dan memperbaiki seluruh produknya, merupakan bentuk aplikasi firman Allah, “Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Allah menguji kamu siapa diantaramu yang lebih baik amalnya.” (QS. Al-Mulk: 2)
3. Skala Prioritas Produksi
Beragamnya tujuan produksi, haruslah sesuai dengan tujuan syariah. Tentunya dengan memperhatikan prioritas terhadap produksi barang-barang kebutuhan primer sebelum kebutuhan sekunder dan tersier, tanpa mengabaikan keuntungan usaha dan jumlah biaya produksi.
Prinsip-prinsip tersebut, jika dijalankan akan berdampak positif dan mendapat keuntungan-keuntungan yang sesuai dengan kaidah syariah.
Sumber:
makasih gan saya numpang copas dech
BalasHapus