Andaikan minggu lalu Bayern Muenchen juara Piala Jerman, mungkin hati mereka tak terlalu berdebar-debar menghadapi pertandingan final Liga Champions Sabtu (19/5) ini. Namun, apa mau dikata, menjelang menghadapi Chelsea di Stadion Fussball Arena, mereka digebuk Dortmund dengan skor amat memalukan, 2-5.
Bayern gagal meraih trofi Piala Jerman. Sementara di Bundesliga, mereka juga hanya menempati urutan kedua, setingkat di bawah Dortmund yang musim ini juara. ”Kalah 2-5 bukan lagi nasib. Bukan juga kesialan. Kami harus mengaku apa adanya. Ini sungguh hal yang amat memalukan. Setiap gol pemain Dortmund terasa bagai tempelengan menyakitkan,” kata Presiden FC Bayern Muenchen Karl-Heinz Rummenigge.
”Melawan Dortmund, anak-anak Bayern bermain seperti Hertha,” komentar penonton di Stadion Berlin. Komentar itu sungguh suatu ejekan karena Hertha Berlin adalah klub yang tahun ini terdegradasi ke Divisi II Bundesliga. Meladeni Dortmund yang bermain dengan teknik tinggi dan modern, permainan Bayern terlihat ketinggalan zaman. Maka, koran Die Welt berkomentar, ”Dortmund melawan Bayern, ibarat Facebook berhadapan dengan album puisi.” Atau, seperti pertandingan yang tidak seimbang, saat yang muda membuat kewalahan yang tua, ibarat ”Juergen Klopp, Pelatih Dortmund, yang baru berusia 44 tahun, melawan Jupp Heynckes, Pelatih Bayern, yang sudah berusia 66 tahun.”
Apakah dalam final Piala Jerman di Berlin itu Bayern demikian tidak meyakinkan? ”Ya, permainan kami sungguh membawa musibah, lebih-lebih di sektor pertahanan,” kata Heynckes. Heynckes menyebut pertahanan Bayern ”gagap, panik, dan tidak disiplin”. Menghadapi Chelsea, Arjen Robben mengingatkan keras, Bayern perlu memperbaiki pertahanan. ”Melawan Dortmund, kami terlalu banyak menghadiahi gol,” kata Robben, mengecam longgarnya pertahanan timnya.
Namun, melawan Dortmund, Bayern kalah tidak hanya di sektor pertahanan. Secara keseluruhan, mereka juga lamban dalam bergerak dan tak terlihat gesit dalam mengembangkan ide permainan. Berhadapan dengan pemain Dortmund yang cepat dan cerdik, pemain seperti Robben dan Franck Ribery bahkan sering terlalu lama menahan bola dan tampak kehilangan inisiatif.
Semua kelemahan ini sudah dicatat dengan cermat oleh Roberto Di Matteo. Pelatih Chelsea ini memang menyempatkan datang ke Berlin dan melihat sendiri bagaimana Bayern kedodoran dicabik-cabik Dortmund. ”Saya telah memperoleh beberapa ide menarik,” kata Di Matteo. Ia tidak memaparkan apakah idenya itu. Jelas, ia paham, manakah lubang kelemahan Bayern yang bisa dimanfaatkan tim asuhannya.
Di Matteo, demikian juga pemainnya, bertekad meraih kemenangan di kejuaraan antarklub Eropa paling bergengsi itu. Kalau tidak sekarang, kapan lagi? ”Meraih final Liga Champions sangatlah sulit. Sulit, tidak hanya bagi pemain senior yang telah berulang kali mencoba dan gagal, tetapi juga bagi pemain muda yang belum tentu bisa mewujudkan harapannya. Maka, orang tidak bisa bilang, lain kali kan masih ada kesempatan. Tidak, sekaranglah kesempatan itu. Maka, malam ini adalah saat yang menentukan sejarah kesebelasan kami. Jika kami berhasil, kami akan bergabung dengan kalangan sepak bola elite di Eropa,” kata Di Matteo.
Menurut Di Matteo, seperti dalam hidup, dalam bola pun kita tak pernah tahu apa yang bakal terjadi di sudut hidup kita. ”Apa yang terjadi pada saya selama musim ini sungguh di luar perkiraan saya. Namun, saya harus siap jika kesempatan datang. Saya telah berusaha sedapat mungkin untuk mengantar para pemain sampai ke final ini, dan saya akan meneruskannya sebaik mungkin, sampai detik terakhir,” kata Di Matteo.
”Final itu ada bukan untuk hal lain, kecuali untuk dimenangi,” kata Didier Drogba. Drogba, seperti juga Frank Lampard dan John Terry, adalah ”Old-Boys Chelsea”. Rasanya, bagi mereka, merebut piala Liga Champions adalah kesempatan terakhir untuk meraih impian terindah dalam karier mereka. Jadi, usia mereka yang tergolong ”uzur” justru bisa menjadi pemicu hasrat untuk meraih piala.
Maka, usia tua janganlah disepelekan. Karena itu, Jupp Heynckes mengingatkan agar anak-anaknya mewaspadai para pemain senior Chelsea itu. ”Pemain yang sedang berada di fase akhir perjalanan kariernya akan menjadi sangat berbahaya jika mereka mendapat kesempatan yang luar biasa, seperti final Liga Champions ini.”
Walau bermain di kandang sendiri, final ini memang tidak mudah bagi Bayern. Kalau tidak hati-hati, mereka bisa mengalami nasib seperti Bayer Leverkusen 10 tahun lalu. Saat itu, Leverkusen kalah sebelum pertandingan akhir Bundesliga, lalu kalah lagi dalam final DFB Pokal atau Piala Jerman, lalu dipukul Real Madrid di final Liga Champions. Seperti Leverkusen, menjelang final Piala Champions ini Bayern sudah terpelanting dalam dua kesempatan emas: gagal di Piala Jerman dan kandas di Bundesliga. Akankah kemudian malam ini mereka juga bernasib sama seperti Leverkusen 10 tahun lalu?
”Tidak. Kendati musibah menimpa kami sewaktu melawan Dortmund, kami tak akan kehilangan juara Liga Champions. Sungguh saya tidak ingin membayangkan, akhir musim ini Bayern hidup tanpa trofi apa pun,” kata legenda dan sekaligus presiden kehormatan Bayern Muenchen, Franz Beckenbauer.
Di Matteo mengatakan yang sama. Menurut dia, kekalahan Bayern dari Dortmund tidak akan memengaruhi permainan mereka melawan Chelsea nanti. ”Berapa pun gol di gawang mereka, itu tidak berperan apa-apa. Bayern kesebelasan hebat. Saya pikir, kans untuk kami dan mereka adalah sama, 50:50,” kata Di Matteo.
dikutip dari KOMPAS.com -
0 comments:
Posting Komentar
Terima kasih telah mengunjungi Blog ini. Kritik dan saran sangat dibutuhkan bagi Saya untuk memperbaikinya.