Tampilkan postingan dengan label Etika Berkata. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Etika Berkata. Tampilkan semua postingan

Jumat, 17 Juni 2011



Oleh: Heru Joni Putra

Kenapa ya Orang Minangkabau itu Gemar Berkata-kata?
Kenapa ya Orang Minangkabau itu Gemar Berkata-kata?: ilustrasi: http://yusrizalkw.wordpress.com/category/rasakata/
Dalam kehidupan orang Minangkabau, kata-kata  sangatlah penting. Seperti petatah-petitih misalnya. Petatah-petitih tak hanya sebagai karya sastra klasik, tetapi juga sebagai bentuk komunikasi yang paling bergengsi di antara sesama orang Minangkabau. 

Orang Minang gemar berbicara dengan kalimat kiasan. Pepatah biasanya digunakan untuk memberi nasihat, atau menyindir perilaku seseorang yang melenceng dari norma-norma yang dianut bersama, dan lain sebagainya. Dan pilihan kata-kata dalam pepatah Minangkabau berasal dari kehidupan sehari-hari. 

Seperti contoh berikut ini: Arok jo buruang tabang, punai di tangan nan balapehan. Kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, kira-kira jadi seperti ini: Berharap mendapat burung terbang, Punai di tangan yang dilepaskan. Pepatah ini menggambarkan seseorang yang berharap memiliki sesuatu yang belum tentu didapatnya, tetapi ia sudah melepas apa yang dimilikinya.

Masih banyak lagi petatah-petitih Minangkabau, seperti: jauah bajalan banyak nan diliek, lamo iduik banyak nan diraso (jauh berjalan, banyak yang dilihat, lama hidup, banyak yang dirasa). Pepatah ini bisa kita maknai  bahwa orang yang lama hidup mempunyai banyak pengalaman, sama halnya dengan seorang pejalan yang telah menempuh banyak tempat yang tentu saja banyak menemui bermacam orang, peristiwa dan lain sebagainya.


Tetapi bagi orang Minangkabau hidup yang lama itu seakan tak ada manfaatnya, bila seseorang tak mampu "berkata-kata", seperti yang diungkapkan kok indak pandai bakato-kato, bak alu pancukia duri, kalau pandai bakato-kato, bak santan jo tangguli. Berkata-kata yang dimaksud dalam pepatah tersebut bisa berarti berkomunikasi. Orang yang tidak pandai berkomunikasi, terutama komunikasi secara halus, seperti berkias-kata, maka orang tersebut dianggap tak berguna, seperti alu yang digunakan untuk mencongkel duri. Tetapi bila orang tersebut mampu berkata-kata, maka hidupnya sangat berguna, seperti santan jo tangguli.

Begitulah, betapa pentingnya peranan kata-kata dalam kehidupan orang Minangkabau. Dalam kehidupan yang lebih luas, sebenarnya kata-kata juga berperan penting. Sebuah kalimat bisa mempunyai dunia menjadi hancur. Atau sebuah kalimat bisa mempersatukan manusia. Itu sebabnya juga dikatakan bakato paliharo lidah. (*)
Kalimah thayyibah atau perkataan yang baik merupakan perkataan yang direstui oleh Allah SWT (QS Ibrahim [14]: 24-25). Ia punya akar kebenaran yang kuat dan menimbulkan maslahat bagi umat; laksana pohon yang subur, rimbun, dan berbuah lebat.
Gambar : http://inioke.com 


Di dalam Alquran, setidaknya disebutkan ada tujuh jenis perkataan yang sesuai dengan ajaran Islam.


Pertama, qawlun ma'ruf (perkataan yang baik). Perkataan jenis ini identik dengan kesantunan dan kerendahan hati. Alquran mensinyalir bahwa mengucapkanqawlun ma'ruf lebih baik daripada bersedekah yang disertai kedengkian (QS Albaqarah [2]: 263).


Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!